
Film Pendek Laila Sampaikan Pesan Anti-Pernikahan Anak
Yogyakarta, IDN Times – Film pendek Laila karya Wucha Wulandari ditayangkan perdana di Indonesia melalui program Special Screening – SEA to Remember di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024. Selain festival, film ini didistribusikan melalui tur program BLOOM (Becoming Limitless with Opportunities and Meaning), sebuah inisiatif non-profit internasional untuk memberdayakan kaum muda menghindari dan mengatasi pernikahan dini.
Sebelum tampil di JAFF, Laila debut di SeaShort Film Festival Malaysia Oktober lalu, disusul tur di berbagai lokasi. Film ini juga diputar di Pondok Pesantren Annadloh (Selangor) dan Universiti Malaya (Kuala Lumpur) dan memantik diskusi interaktif.
1. Film Laila sebagai media advokasi
Pemutaran Film Laila di Universiti Malaya (Kuala Lumpur). (Dok. Istimewa)
Program BLOOM menjadikan film Laila sebagai media advokasi untuk meningkatkan kesadaran tentang pernikahan anak dan membuka wawasan remaja akan peluang masa depan.
“Misi kami adalah untuk menginspirasi kaum muda agar membuat pilihan yang bijak dan berjuang melawan pernikahan dini. Kami ingin membuka mata mereka terhadap berbagai peluang yang tersedia, agar mereka dapat meraih kehidupan yang lebih baik,” kata Produser film Laila, Siska Raharja, Senin (9/12/2024).
BLOOM adalah program nomadik kolaborasi Elora Films, Semaya Studio, dan Empower Indonesia, yang terus berupaya memperluas jangkauan lintas batas antara daerah di Indonesia, bahkan antarnegara. Inisiatif ini memadukan pendidikan, reformasi hukum, dan pemberdayaan perempuan melalui kegiatan sesuai karakteristik tiap wilayah, seperti workshop, konseling, hingga festival seni.
2. Masalah pernikahan usia anak sangat kompleks
Pemutaran Laila di JAFF. (Dok. Istimewa)
Pernikahan dini masih menjadi kenyataan pahit bagi jutaan anak perempuan di Indonesia. Data menunjukkan sekitar 45 persen anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, dan 2 persen di antaranya menikah bahkan sebelum usia 15 tahun. Praktik ini memperburuk kemiskinan, membatasi pendidikan, dan menghancurkan potensi sosial-ekonomi masyarakat.
Kalis Mardiasih, aktivis perempuan yang turut hadir dalam pemutaran film Laila di JAFF, mengungkapkan pentingnya film ini untuk membangun kesadaran di Indonesia.
“Akar permasalahan pernikahan usia anak, terutama di daerah rural, sangat kompleks. Ada banyak kerentanan berlapis pada diri anak-anak perempuan ini, seperti kemiskinan ekonomi, tradisi, serta keterbatasan akses pendidikan dan sumber daya. Mereka terjebak dalam situasi tanpa pilihan, yang akhirnya membawa mereka pada resiko berbahaya, seperti kekerasan, penculikan, atau bahkan perdagangan anak,” ungkap Kalis.
3. Film terinspirasi dari kejadian nyata
Film Laila. (Dok. Istimewa)
Sutradara Laila, Wucha Wulandari, mengungkapkan bahwa film ini terinspirasi dari kejadian nyata di pesisir calon Ibu Kota Negara. Laila digambarkan sebagai sosok anak perempuan laut yang tangguh dan memiliki kepemimpinan serta kesiapsiagaan.
“Saya ingin film ini bisa memberi gambaran mengenai potensi yang dimiliki oleh anak-anak perempuan di daerah yang sering terabaikan, yang harus berjuang untuk memilih masa depan mereka,” ujar Wucha.
Aktivis Pendidikan dari Empower Indonesia, Khansa Khalisha, berharap melalui BLOOM, pihaknya dapat menciptakan model perubahan berkelanjutan yang tidak hanya membantu mengatasi masalah pernikahan dini, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan gadis-gadis dan komunitas secara menyeluruh.
“Kami berkomitmen untuk terus memperluas jangkauan BLOOM dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, agar dapat menciptakan perubahan nyata yang mengarah pada masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak perempuan di Indonesia dan dunia,” ujar Khansa.
Dikutip dari :
Herlambang Jati Kusumo 09 Desember 2024. Film Pendek Laila Sampaikan Pesan Anti-Pernikahan Anak.
Source “Film Pendek LAILA Sampaikan Pesan Anti-Pernikahan Anak”
0 comments